Jumat, 16 Juni 2017

Lebaran Mengembalikan Ke-Jahiliyah-an



Hari raya adalah saat yang ditunggu untuk bertemu dengan kerabat sehingga sebaiknya digunakan untuk acara keluarga. Inilah saat yang tepat untuk saling menanyakan kabar, berbagi cerita, berdiskusi  mencari solusi jika ada masalah dalam keluarga, makan dan minum bersama termasuk berbagi hadiah jika memang ada dll. Sungguh saat-saat yang sangat indah dan menyenangkan. Kita bisa saling menasihati untuk melakukan berbagai kebaikan dan mencegah dari keburukan.
Berlebaran dengan saling berkunjung ke kerabat  saat ini mulai agak tergeser dengan tren berlebaran dengan pergi ke tempat wisata.  Tentu ini sangat disayangkan sekalipun sebenarnya boleh-boleh saja mengajak keluarga ke tempat wisata.  Mengunjungi  kerabat baik dekat maupun jauh untuk menjalin silaturahmi tentu jauh lebih bernilai  daripada pergi berwisata.
Lagi pula, pergi ke tempat wisata sering melalaikan seseorang dari ketaatan kepada Allah SWT. Yang sering didapatkan dari berwisata adalah rasa  capek dan habisnya uang. Shalat, tak jarang terlupakan. Kalau pun ingat shalat, sulit juga  melakukannya karena biasanya fasilitas shalat di tempat wisata sangat tidak memadai. Bahkan banyak   tempat-tempat wisata yang dibalut kemaksiatan.  Misalnya pantai atau kolam renang yang banyak dipenuhi  dengan orang berpakaian minim bahkan hampir telanjang, bercampur baur di satu tempat, dengan berbagai aktivitas yang tak layak dilakukan di depan umum seperti berpelukan laki-laki dan perempuan, bercengkerama, berpacaran dll.  Lebaran berbalut maksiat…….sungguh menyedihkan……..
Inilah  bukti derasnya  arus sekuleritas (bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian)) dan liberalisme (paham yang bersifat bebas) yang telah mengubah gaya hidup, pola pikir dan pola sikap islami yang seharusnya dimiliki oleh umat muslim. Baru sehari atau dua hari  meninggalkan bulan Ramadhan yang penuh dengan suasana takwa, mereka sudah kembali kepada suasana sekuleristik. Yaitu suasana yang mendorong umat memisahkan agama dari kehidupan mereka. Taat kepada Allah dianggap cukup dilakukan di bulan Ramadhan saja. Usai Ramadhan, banyak  muslim kembali larut dalam arus kejahiliyahan. Mereka kembali kepada pemikiran liberalisme yang mengagungkan kebebasan. Tak peduli lagi dengan halal haram. Lepas, bebas tanpa kendali syariat. Inikah hasil dari puasa sebulan penuh yang telah mereka lakukan? Begitu puasa usai, ketaatan pun selesai.
Saatnya bagi kita sekarang untuk merenung, akankah hal ini terulang setiap tahun? Mari kita jadikan mudik yang sudah seperti ritual tahunan umat Islam Indonesia ini  lebih bermakna dengan meniatkannya untuk menjalin silaturahim yang diperintahkan Allah dan RasulNya. Menjalankannya dengan penuh suasana takwa, bukan  semata-mata untuk bersenang-senang. Dan yang terpenting, senantiasa terikat dengan semua aturan Islam dalam perjalanan mudik  maupun berbagai kegiatan dan acara keluarga yang digelar saat mudik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lebaran Mengembalikan Ke-Jahiliyah-an

Hari raya adalah saat yang ditunggu untuk bertemu dengan kerabat sehingga sebaiknya digunakan untuk acara keluarga. Inilah...