
Berlebaran dengan
saling berkunjung ke kerabat saat ini
mulai agak tergeser dengan tren berlebaran dengan pergi ke tempat wisata. Tentu ini sangat disayangkan sekalipun
sebenarnya boleh-boleh saja mengajak keluarga ke tempat wisata. Mengunjungi
kerabat baik dekat maupun jauh untuk menjalin silaturahmi tentu jauh
lebih bernilai daripada pergi berwisata.
Lagi pula, pergi ke
tempat wisata sering melalaikan seseorang dari ketaatan kepada Allah SWT. Yang
sering didapatkan dari berwisata adalah rasa
capek dan habisnya uang. Shalat, tak jarang terlupakan. Kalau pun ingat
shalat, sulit juga melakukannya karena
biasanya fasilitas shalat di tempat wisata sangat tidak memadai. Bahkan banyak tempat-tempat wisata yang dibalut
kemaksiatan. Misalnya pantai atau kolam
renang yang banyak dipenuhi dengan orang
berpakaian minim bahkan hampir telanjang, bercampur baur di satu tempat, dengan
berbagai aktivitas yang tak layak dilakukan di depan umum seperti berpelukan
laki-laki dan perempuan, bercengkerama, berpacaran dll. Lebaran berbalut maksiat…….sungguh
menyedihkan……..
Inilah bukti derasnya arus sekuleritas (bersifat duniawi
atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian)) dan liberalisme (paham yang bersifat bebas) yang telah mengubah gaya hidup, pola pikir dan pola
sikap islami yang seharusnya dimiliki oleh umat muslim. Baru sehari atau dua
hari meninggalkan bulan Ramadhan yang
penuh dengan suasana takwa, mereka sudah kembali kepada suasana sekuleristik.
Yaitu suasana yang mendorong umat memisahkan agama dari kehidupan mereka. Taat
kepada Allah dianggap cukup dilakukan di bulan Ramadhan saja. Usai Ramadhan,
banyak muslim kembali larut dalam arus
kejahiliyahan. Mereka kembali kepada pemikiran liberalisme yang mengagungkan
kebebasan. Tak peduli lagi dengan halal haram. Lepas, bebas tanpa kendali
syariat. Inikah hasil dari puasa sebulan penuh yang telah mereka lakukan?
Begitu puasa usai, ketaatan pun selesai.
Saatnya bagi kita
sekarang untuk merenung, akankah hal ini terulang setiap tahun? Mari kita
jadikan mudik yang sudah seperti ritual tahunan umat Islam Indonesia ini lebih bermakna dengan meniatkannya untuk
menjalin silaturahim yang diperintahkan Allah dan RasulNya. Menjalankannya dengan
penuh suasana takwa, bukan semata-mata
untuk bersenang-senang. Dan yang terpenting, senantiasa terikat dengan semua
aturan Islam dalam perjalanan mudik
maupun berbagai kegiatan dan acara keluarga yang digelar saat mudik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar