
Mudik, bertemu dengan
kerabat, menjalin hubungan baik dengan mereka
adalah bagian dari silaturahim yang diperintahkan Allah dan RasulNya.
Abu Ayyub al Anshari ra menuturkan “Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah
saw “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku perbuatan yang dapat
memasukkanku ke dalam surga’. Orang-orang berkata, “Ada apa dengannya, ada apa
dengannya?” Rasulullah saw bersabda “Bukankah
Tuhan bersamanya?” kemudian beliau melanjutkan “Engkau menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan
sesuatupun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menjalin silaturahim” (HR Bukhari).
Islam sangat mencela
orang yang memutuskan hubungan silaturahim. Rasulullah SAW pernah bersabda “Tidak
akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR Muslim
melalui sanad Jubair bin Muth’im).
Upaya menghubungkan tali silaturahim adalah amalan
yang sangat mulia. Anas bin Malik menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda “Siapa saja yang ingin dilapangkan rizkinya
dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menghubungkan tali silaturahimnya“. Menghubungkan tali silaturahim yang dimaksud
di hadist ini adalah dengan kerabat yang sudah putus silaturahim. Ini dipahami
dari sabda Rasulullah SAW “Bukanlah
orang yang menghubungkan tali silaturahim itu adalah yang membalas hubungan baik.
Akan tetapi, orang yang menghubungkan tali silaturahim itu adalah orang yang
ketika diputuskan silaturahimnya, dia menyambungkan kembali hubungan itu”
(HR Bukhari, dari jalur sanad Abdullah bin ‘Amr).
Jelas sudah bahwa kita
diperintahkan untuk menjalin silaturahim kepada kerabat. Pemahaman masyarakat
saat ini tentang makna silaturahim sebagai menjalin hubungan baik dengan teman,
tetangga, rekan kerja, atau bahkan kepada orang non muslim (yang tidak ada
hubungan kerabat) adalah menyimpang dari anjuran Islam. Menjalin hubungan baik dengan sesama
muslim memang diperintahkan dalam Islam tetapi bukan dalam rangka menjalin
silaturahim tetapi menjalin persaudaraan
sesama muslim (shilah ukhuwah).
Silaturahim seharusnya
dilakukan kepada seluruh kerabat. Islam telah menjadikan kerabat ada dua
macam : Pertama, Kerabat yang mewarisi
seseorang jika orang tersebut meninggal. Yang termasuk di sini adalah orang
yang berhak mendapatkan warisan (ashhabul furudh) dan para ‘ashabah. Ke dua,
Kerabat yang hanya memiliki hubungan silaturahim (dzawil arham) dan tidak mendapatkan warisan. Allah SWT memerintahkan
untuk menjalin hubungan silaturahim dan berbuat kebaikan kepada mereka semua..
Dengan demikian, maka
budaya mudik untuk bertemu kerabat,
kemudian saling memberi hadiah atau oleh-oleh dll adalah suatu aktivitas
kebaikan yang bernilai ibadah karena termasuk dalam cakupan menjalin
silaturahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar